Rabu, Desember 10

Malam itu

Malam itu. Badanku terus menggigil. Entah berapa lapis selimut yang kupakai. Belum lagi tumpukan bantal yang turut menyelimuti. Obat dari dokter telah habis ku minum. Namun, belum ada perubahan yang berarti.

Ya Allah, berilah aku kesembuhan atas penyakitku ini. KKN tiga hari lagi, namun penyakit yang bersarang di tubuhku tak kunjung sembuh. Badanku terus menggigil, tambahan lagi pilek dan batuk menyusul bertubi-tubi. Juga cuaca yang kurang bersahabat dengan kesehatanku. Sudah tiga hari tenggorokan aku serak. Akibatnya suara gak jelas. Bahkan setiap malam aku gak bisa ngomong.

Akhirnya aku berangkat juga KKN.
“Hati-hati, Kar. Jaga kesehatan. Aku gak mau kamu sakit di sana. Dan jangan lupa sama aku ya...” Pesan Udin sore itu saat aku mau berangkat KKN. Aku hanya membalas dengan seulas senyum.

***

Sudah setahun aku mengenal Udin. Tapi hubungan kami putus begitu saja karena kami berbeda Universitas. Kami satu angkatan di pengkaderan PMII. Maret 2007 lalu di Kota Singkawang. Aku satu kelompok dengannya. Kami cukup akrab saat itu. Hanya selama tiga hari dua malam. Kami harus berpisah karena waktu jua.

Juni 2008 ini, aku satu kepanitian dengannya. Pelatihan Kader Dasar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PKD PMII). Posisinya sebagai ketua dan aku sekretaris membuat kami kembali dekat. Kembali mengalami suka cita. Tambahan lagi saat itu kondisi PMII gonjang-ganjing. Kami saling berbagi. Kendala yang kami alami. Terutama masalah dana dan peserta.

Aku gak akan pernah melupakan perjuangan kami demi terlaksananya kegiatan ini dengan baik. Cucuran keringat dan airmata. Kami berjuang siang dan malam.
Seperti sore itu. Seusai kuliah Udin menjemputku…..

Hal itulah yang membuat kami semakin dekat walaupun kegiatan telah usai. Dia selalu siap membantuku saat aku membutuhkan pertolongan. He is very kind. Aku suka dengannya. Namun demikian, hanya sebatas sahabat. Karena aku tak bisa memberi lebih.

***

Angin dingin semilir di malam hari. Badanku terus menggigil. Aku gak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa merintih dalam hati. Sms yang datang dari sahabatku diseberang sana membuatku lebih tenang. Hatiku gak merasa sendiri.

Kapal yang aku tumpangi berisi 117 orang. Kata temanku kapal itu bernama palung. Bukan kapal tapi motor air. Ditengah-tengah kapal ada sebuah mesin besar yang tak henti berbunyi dan dua buah drum biru.sepertinya untuk menampung air. Aku tak tahu air apa itu. Di setiap tepi ada bangku panjang. Tempat kami duduk. Sedangkan tengahnya dibiarkan kosong. Namun kini telah penuh dengan barang-barang bawaan kami. Bangku-bangku di tepi juga penuh. Bagian tengah yang sedikit kosong terhampar tikar. Mereka tidur-tiduran atau bermain kartu.

Aku memilih duduk dibangku. Sedangkan barang-barangku tergabung dalam kelompok. Aku tak terlalu memikirkannya. Hanya sesekali mengecek. Seperti pesan seniorku jangan terbiasa mengandalkan orang lain. Kita yang akan susah kalo sampai milik kita tertinggal atau hilang.

Dibagian luar sisi-sisi palung juga terdapat tempat untuk duduk. Bentuknya sama dengan yang didalam. Tempat ini juga terisi penuh oleh teman-temanku yang ingin melihat sunset. Laki-laki dan perempuan.

Yaah… seisi kapal ini adalah teman-temanku seangkatan di bangku kuliah. Satu Fakultas yang berbeda jurusan dan program studi. Tapi hatiku sepi, padahal aku juga berbincang dengan mereka. Tertawa, bercanda, dan ada beberapa yang mengolokku karena suara aku yang gak jelas banget. Gak jarang aku harus menuliskan dengan selembar kertas.

Semakin larut aku semakin gak bisa tidur. Malam semakin dingin. Semburat rembulan di atas sana masuk dalam palung. Karna palung ini tak berdinding. .

Pukul 3 dini hari kapal sampai di pelabuhan. Kubuka kedua kelopak mataku. Aku merasakan kantuk yang amat sangat. Tapi waktu tidurku udah habis. Karena kami harus segera turun dan menuju desa tujuan masing-masing.

Teluk Batang Kota. Desa tujuan kelompok kami. Melewati jalan rusak dan sangat becek untuk keluar pelabuhan. Dengan sebuah pick up yang mengangkut kami bergantian. Entah berapa kali. Jumlah kami yang 117 orang di tambah lagi barang-barang kami yang melimpah.

Kondisi tubuhku semakin lemah, akhirnya teman-temanku menyarankan agar aku naik duluan di depan di temani Tia, teman satu kelompok denganku. Setiba di rumah dinas camat Teluk Batang. Aku langsung meminta izin untuk mengambil wudhu dan membersihkan tubuhku. Walaupun gak sampai mandi. Teman-teman lain datang menyusul.

Tanpa basi-basi seorang laki-laki yang tadi membukakan pintu dan menyambut kehadiran kami memintaku membuatkan teh dan kopi hangat untuk teman-teman. Aku ditemani Siti Komariah dari prodi Ekonomi membuat air teh dan kopi masing-masing satu teko.

“Untuk yang Teluk Batang Kota dan Teluk Batang Selatan tinggal di rumah dinas. Tepatnya dibelakang kantor camat.” Ucap dosen pembimbing lapangan kami, Nadeak.

Aku dan teman-teman satu kelompok tersenyum puas. Karena kami sudah sampai tujuan. Demikian juga teman-teman dari selatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar