Debar hatiku bergelora setiap mataku bertemu dengan mata elangnya. Aku tersipu. Wajah memerah dan tertunduk malu. Kejadian serupa namun tak sama yang seringkali menimpaku disetiap pagi di hari rabu. Pagi itu pula yang selalu aku tunggu dan menjadi pagi paling istimewa selama tujuh hari dalam seminggu. Kimia yang begitu sulit menjadi mudah dan menyenangkan karena Mata Elang itu. Aku menjadi sangat aktif demi mendapatkan perhatian si Mata Elang. Aku harus memberikan yang terbaik. Nilaiku berhasil mencuat dan menerobos teman-temanku masuk tiga besar di kelasku. Tidak sampai di situ aku juga berhasil menyabet juara umum disekolah.
Malam-malamku menjadi sangat indah. Bertabur bintang gemerlapan. Kadang purnama benderang. Semburat sinarnya menembus jendela kamarku yang terbuat dari kaca. Aku sengaja tak menutupnya dan menyibakkan tirai berwarna merah jambu. Semilir angin menyusup. Dingin menyentuh. Menemaniku di setiap malam sambil menikmati bacaan buku sekolahku. Bayangannya selalu berkelebat di fikiranku. “Belajarlah, kau akan mendapatkannya.” Bisiknya lembut memacu motivasiku untuk terus belajar dan belajar.
Lantunan lagu Cellin Dion mengalun. Seakan turut menemaniku dan mengerti isi hatiku.
I wanna be the face you see when you close your eyes....
I wanna be your fantasy and be your reality in everything between...
Lagu yang menggambarkan isi hatiku yang dalam padanya.
Saat pagi menjelang kusambut dengan senyum cerah. Menyambut pagi terindah di hari rabu ini.
“Selamat pagi anak-anak...” suaranya menggetarkan hatiku. Darahku seolah berdesir sangat cepat.
“Pagi, Pak” Kami menjawab serentak.
Sang Mata Elang langsung mengabsen. Kegiatan belajar mengajar di mulai. Kukeluarkan buku-buku kimiaku. Ku buka buku tugas. Ada sebuah pertanyaan yang harus kami jawab hari ini. Aku menunggu sambil menyimak penjelasannya. Namun, tak jua Sang Mata Elang menanyakannya hingga jam pelajaran usai.
“Yuk ke kantin, laper nich...” Rama menepuk pundakku. Matanya meminta sebuah jawaban. Aku menganggukan kepalaku.
Rama adalah sahabat dekatku. Sahabat sejak aku masuk sekolah ini. Kami selalu berbagi dalam segala hal. Termasuk juga hubungan Rama dengan Sally seorang siswi SMA 2.
“Rama, mengapa aku selalu berdebar saat aku bertemu mata dengan pak Alex. Aku juga selalu merindukan pertemuan itu.” Kataku sambil menunggu bakso pesanan kami.
“Ehm... Apakah kamu selalu terbayang wajah, suara atau ...” ucapnya.
Aku mengangguk pelan.
“Aha... perkembangan yang sangat bagus untuk sahabatku.”
“Apa maksudmu?”
“Engkau telah jatuh cinta”
Percakapan kami terhenti. Bakso pesanan telah siap. Pembicaraan teralihkan.
“Berhati-hatilah. Aku tak bermaksud menakut-nakutimu, Dew. Pak Alex, yah meskipun belum berkeluarga, beliau sangat dewasa. Sedangkan kau masih sangat lugu.”
“Aku semakin gak paham dech ma kata-kata kamu, Ram.”
Rama memegang kepalaku. “Suatu saat kamu pasti tau.”
Rama meninggalkan aku termangu.
XXX
Aku semakin penasaran dengan ucapan Rama beberapa waktu lalu. Aku ingin mengungkap rahasia itu. Aku mulai mencari tahu tentang Si Mata Elang. Semua informasi tentang rumah, keluarga, orang-orang dekatnya, yang ia suka dan dibencinya. Sejalan dengan itu, aku tak mampu lagi menutupi rasa hatiku yang semakin membuncah. Seakan meledak. Kehadirannya disetiap detik waktuku. Membuat hatiku berbunga-bunga. Tak jarang aku menangis karena semua hanya dalam angan. Rama yang mengetahui kondisiku justru semakin meledekku. Hanya pada Rama aku menceritakan semuanya.
“Aku punya ide. Gimana kalau kita ajak pak Alex makan siang. Itung-itung biar kamu makin dekat.” Saran Rama padaku.
“Ga akh... gila ye...” aku menolak mentah.
“Ehm.... Well, aku yang akan mengaturnya. Ada aku. kamu tenang aja dech.” Bujuknya.
“Aku bilang enggak. Titik.” Mataku melotot kearahnya.
“Oke, oke. Aku kalah. Tapi kamu makin cantik aja kalo melotot kayak gitu.” Rayunya.
“Gombal.” Aku berlalu meninggalkannya.
Setelah beberapa kali merayuku akhirnya terjadi juga peristiwa makan siang bersama Si Mata Elang. Disebuah warung pojok Rama berbasa basi menanyakan mengapa Pak Alex mengambil jurusan kimia. Sedangkan aku hanya sesekali menimpali. Dan...
“Gimana kalo ternyata ada murid bapak yang jatuh cinta ma bapak?” Rama meluncurkan pertanyaan yang membuat wajahku panas dan jantungku berhenti berdetak.
Pak Alex tersenyum. “Jatuh cinta adalah hal yang wajar dan suatu keharusan bagi orang yang normal. Menurut bapak seumuran kalian lebih baik belajar aja dengan serius. Raih cita-cita kalian setinggi-tingginya.”
“Kalo bapak sendiri gimana? Sepertinya...” aku mencoba menetralkan hatiku dengan melempar sebuah pertanyaan yang belum selesai.
Beliau menjawab dan berujung pada menceritakan pertemuannya dengan seorang gadis yang sekarang sudah menjadi calon istrinya. Beliau juga menawari kami untuk berkunjung kerumahnya. Acara makan siang selesai. Pak Alex pulang sendiri sedangkan aku bersama Rama.
Di depan rumah, Rama memegang pundakku. Kebiasaannya saat ia ingin menyampaikan sesuatu padaku.
“Kamu paham sekarang. Aku tak ingin keceriaanmu hilang karena peristiwa ini. Aku akan selalu menjadi sahabat terbaikmu.”
Aku mengangguk. Rama pun pamit pulang.
XXX
“Enam tahun yang lalu. Saat aku masih SMA. Semangatku yang sangat menggebu untuk belajar dengan tekun dan kuliah. Sejak peristiwa itu, aku gak pernah mikirin lagi yang namanya cinta. Sampai akhirnya aku ketemu kamu. Kamu yang menghidupkan kembali cintaku yang telah lama mati.”
“Dengarlah, aku selalu berdo'a. Meminta pada Tuhan. Moga engkau adalah yang terbaik untukku. Bukan hal yang berlebihan. Tapi permintaan hati dan cintaku yang tulus. Engkau adalah mata elangku.” Aku menatapnya.
“Tapi bila kau lebih memilih gadis itu, tentu aku akan mengikhlaskannya. Bukankah cinta akan selalu memberi yang terbaik untuk orang yang dincintainya. Pergilah. Berikan seluruh cinta dan hidupmu hanya untuknya. Aku akan selalu mendoakan kebahagiaan kalian berdua.” Airmataku berderai.
Suasana sepi. Diraihnya tanganku. Di letakkan kedadanya. Kemudian ia mengecup berkali. Disapunya airmataku. Dikecupnya keningku. Memeluk tubuhku erat. Seolah tak kan pernah melepasnya.
“Setiap detikku berdo'a. Engkaulah sahabat sepanjang hidup dan matiku. Bukanlah hal yang berlebihan. Tapi permintaan atas tulusnya hatiku. Karena hanya engkau yang selalu ada dalam hatiku.”bisiknya lembut ditelingaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar